Oleh : Shelby AR
Pemanasan global kian terasa saat ini. Musim kemarau yang masih terasa, telah memicu cuaca panas, hingga derajatnya hampir sama dengan suhu tubuh kita, yakni nyaris 37 derajat celcius. Dalam ponsel android kita, ketika mengecek cuaca panas pada saat itu, tertampil hitungan derajat suhu antara 34, 35 dan 36 derajat.
Secara otomatis, jika cuaca sudah hareudang, ngeulekeub cukup mengganggu stabilitas mood kita sebagai generasi milenial. Tidak nyaman meski hanya duduk untuk update status, hehe. Sepertinya perlu membandingkan, bagaimana kondisi cuaca yang adem, cenderung dingin dapat memacu kreatifitas secara lebih baik. Di Lembang contohnya, cuaca adem sangat menyejukkan. Bandung terkenal dengan semua karya kreatifitasnya. Sementara, di wilayah Kecamatan Maja, Argapura, Banjaran, Talaga, Cikijing dan Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka yang cenderung dingin saat ini juga sudah mulai menurun kualitas dinginnya. Namun, pada intinya, suasana yang adem dan sejuk dapat memunculkan kreatifitas dan ide-ide dengan lebih segar.
Untuk itu, penting bagi kita penerus bangsa, menjaga agar lingkungan terutama pohon-pohon besar, tetap terpelihara dengan baik. Minimal dengan cara tidak menebang, alias membiarkan pohon besar itu tumbuh, kalau perlu ada larangan khusus yang ditempel di pohon besar, untuk penebang dikenai sanksi penjara. Supaya ada efek jera. Sementara untuk menyiasati pohon tumbang ketika ada terjangan angin dan hujan besar, sebaiknya dipangkas saja, jangan sampai ditebang.
Nah, untuk memulai semua itu, saya khususnya, tidak akan banyak berteori. Nabi besar kita, Muhammad SAW selalu mengajarkan, meneladani, bahwa dakwah terbaik adalah dengan cara bersikap terlebih dahulu. Saya, di sekitar rumah, telah mencoba untuk menjaga, merawat serta memperbanyak pepohonan yang bernunasa rindang. Tujuannya cukup banyak, yakni membuat adem ketika musim kemarau tiba.
Saya menghitung, di rumah yang saya tempati, sedikitnya ada 5 pohon yang sudah tumbuh sejak saya kecil, yakni Pohon Mangga ada 3 dan 2 pohon murbei. Setelah saya menikah, saya tambahi dengan menanam Pohon Jambu Mede, Matoa, dan tiga pohon Jati Solomon. Hasilnya, di sekeliling rumah, cukup rindang. Bukti real-nya yakni pada saat sumur tetangga mengalami kering, sumur disebelah rumahku masih cukup banyak air. Para tetangga bilang, dan bertanya kenapa? Saya jawab, di sekeliling sumur harus ada pohon, yang berfungsi melindungi tanah dari sengatan matahari musim kemarau. Sekaligus mengikat air hujan di dalam tanah sana.
Ajaib, jawaban itu menginspirasi, satu dua orang mencoba menanam di belakang ataupun disamping rumahnya. Saya malah menyarankan pohon jenis rindang yang ada buahnya, supaya pada saat musimnya, buahnya bisa dipanen. Dua tiga pulau terlampaui.
Artinya bahwa, soal pohon ini tidak hanya berfungsi pada saat berbuah saja. Namun juga multi efek. Sama seperti ponsel yang harus dijaga. Karena saat ini, hampir semua informasi ada dalam genggaman tangan. Pohon? Hampir semuanya ada manfaatnya. Daunnya, membuat rindang ketika cuaca panas. Akarnya menyerap air ketika kemarau. Buahnya bisa dimakan. Akarnya untuk jenis pohon tertentu mengandung obat. Seperti pohon jambu Mede yang ditanam di depan rumahku. Khasiat memakan lalaban daun atau pucuk jambu Mede, ternyata dapat melancarkan buang air besar. Serta sejumlah manfaat lainnya. Sayangya, cuaca hujan disertai angin tahun lalu, sempat hampir menumbangkan pohon jambu Mede yang saya tanam itu. Hanya sebatas miring, Saya tidak menebangnya, tapi hanya membiarkan pohon itu, memotong bagian atasnya saja dan hingga kini masih ada. Dahan lain telah tumbuh menggantikan dahan utama yang sudah terpotong.
Warga yang senang dengan pucuk daun jambu Mede itu, selalu memetiknya. Dan saya ijinkan, karena dengan cara berbagi dengan tetangga, tidak akan pernah putus pahalanya. Dalam batang utama pohon mede itu bahkan saya tuliskan kalimat “Jangan Ditebang!”. Ditambah, bahwa sodaqoh dalam bentuk apapun, akan mendapatkan balasan positif.
Faktanya, setiap kali selesai diambil pucuk daun jambu mede itu, muncul daun baru beserta puluhan ranting lain. Artinya, dalam hal mencintai lingkungan, secara umum, harus lebih menyukai apapun jenis tanaman, pohon yang ada di sekitar rumah di sekeliling tempat tinggal kita. Ada banyak manfaat dan pengetahuan tersaji dalam pepohonan yang dirawat. Itu mirip memelihara burung kesayangan dalam sangkar. Sebuah hoby yang sebetulnya sangat-sangat bermanfaat.
Sayangnya, bagi sebagian orang, tidak memahami pentingnya pohon rindang. Sehingga ketika memasuki musim hujan dan banyak angin, pohon besar itu malah ditebang habis dengan akar-akarnya. Padahal cara terbaik itu, cukup dengan cara memangkas sebagian dahan-dahan rindangnya saja. Batang pokok yang besar harus dibiarkan, supaya pohon tersebut bisa kembali bertunas dan bercabang.
Dengan cara memangkas, akar tungggal yang sudah hidup di dalam tanah selama puluhan tahun, masih tetap bisa menyerap air. Untuk selanjutnya akan memunculkan tunas baru. Dalam essay ini, saya hanya ingin mengajak bersadar diri, harus dimulai di sekitar rumah. Atas kesadaran sendiri. Ada banyak komunitas pecinta alam di sekitar kita ini, tapi yang lebih penting adalah, sikap kita memperlakukan pepohonan di sekitar rumah. Mengajak kepada orang lain, selalu lebih baik dengan cara mencontohkan sikap, yang telah diperbuat oleh diri kita sendiri.
Dengan kata lain, teori ilmu pengetahuan yang kita dapatkan untuk menjaga lingkungan, harus langsung diamalkan dan direalisasikan. Al-quran telah berjanji bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan. Pada saat orang lain bertanya, maka ilmu yang kita amalkan sekaligus jadi contoh langsung, tidak atas slogan katanya, jauhkan euceuk jeung cenah. Bilamana jawaban sudah berdasarkan hasil kolaborasi antara teori dan praktek, maka terkesan lebih membumi.
Penulis adalah penyuka tanaman dan keindahan. Suka baca buku yang bergenre fiksi ilmiah
Comment here